Ada beberapa hal implementasi hak pasien dan keluarga di rumah sakit, diantaranya adalah :
1. Pada Saat Pendaftaran.
Pada saat pendaftaran, baik di rawat jalan maupun rawat inap, Petugas admisi akan memberi penjelasan kepada pasien dengan bahasa yang mudah dimengerti mengenai 18 butir hak pasien berdasarkan Undang – Undang no 44 tentang Rumah Sakit selama pasien dirawat di Rumah sakit. Pasien diberi pemahaman bahwa pasien sesungguhnya adalah PENENTU keputusan tindakan medis bagi dirinya sendiri.Seperti yang tertera pada Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dimana Undang – Undang ini bertujuan untuk “memberikan perlindungan kepada pasien”, “mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis”, dan “memberikan kepastian hukum bagi pasien maupun dokter”.
Adanya hak pasien membantu meningkatkan kepercayaan pasien dengan memastikan bahwa sistem pelayanan di Rumah Sakit bersifat cukup adil dan responsif terhadap kebutuhan mereka, memberitahukan kepada pasien mekanisme untuk memenuhi keinginan mereka, dan mendorong pasien untuk mengambil peran aktif serta kritis dalam meningkatkan kesehatan mereka. Selain itu, hak dan kewajiban juga dibuat untuk menegaskan pola hubungan yang kuat antara pasien dengan dokter.
2. Pada Saat Pengobatan.
Pada saat pasien berkunjung ke poliklinik atau sedang dirawat di ruang perawatan, akan berlangsung tanya jawab antara pasien dandokter(anamnesis),pasien harus bertanya (berusaha mendapatkan hak pasien sebagai konsumen). Bila berhadapan dengan dokter yang tidak mau membantu mendapatkan hak pasien, itu saatnya pasien mencari dokter lainatau mencari second opinion ditempat lain.
Pasien menjadilkan dirinya sebagai ”partner” diskusi yang sejajar bagi dokter. Ketika pasien memperoleh penjelasan tentang apapun, dari pihak manapun, tentunya sedikit banyak harus mengetahui, apakah penjelasan tersebut benar atau tidak. Semua profesi memiliki prosedur masing-masing, dan semua kebenaran tindakan dapat diukur dari kesesuaian tindakan tersebut dengan standar prosedur yang seharusnya. Begitu juga dengan dunia kedokteran. Ada yang disebut dengan guideline atau Panduan Praktek Klinis (PPK) dalam menangani penyakit.
Lalu, dalam posisi sebagai pasien, setelah kita mengetahui peran penting kita dalam tindakan medis, apa yang dapat dilakukan ? Karena, tindakan medis apapun, harusnya disetujui oleh pasien (informed consent) sebelum dilakukan setelah dokter memberikaninformasi yang cukup. Bila pasien tidak menghendaki, maka tindakan medis seharusnya tidak dapat dilakukan. Pihak dokter atau RS seharusnya memberikan kesempatan kepada pasien untuk menyatakan persetujuan atau sebaliknya menyatakan penolakan. Persetujuan itu dapat dinyatakan secara tulisan.
Selanjutnya, UU no. 29/2004 pada pasal 46 menyatakan dokter WAJIB mengisi rekam medis untuk mencatat tindakan medis yang dilakukan terhadap pasien secara clear, correct dan complete. Dalam pasal 47, dinyatakan rekam medis merupakan milik rumah sakit yang wajib dijaga kerahasiannya, tetapi isi-nya merupakan milik pasien. Artinya, pasien BERHAK mendapatkan salinan rekam medis dan pasien BERHAK atas kerahasiaan dari isi rekam medis miliknya tersebut, sehingga rumah sakit tidak bisa memberi informasi terkaitdata – data medis pasien kepada orang pribadi/perusahaan asuransi atau ke media cetak / elektronik tanpa seizin dari pasiennya.
3. Pada Saat Perawatan.
Selama dalam perawatan, pasien berhak mendapatkan privasi baik saat wawancara klinis, saat dilakukan tindakan ataupun menentukan siapa yang boleh mengunjunginya. Begitu pula untuk pelayanan rohani, pasein berhak mendapatkan pelayanan rohani baik secara rutin maupun secara insidensial manakala dibutuhkan.
pelayanan obstetri dan neonatal komprehensif (PONEK)
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tertinggi diantara negara-negara ASEAN. Sebenarnya sudah terdapat penurunan angka AKI dan AKB, tetapi penurunan itu masih relatif lambat. AKI dari 390/100.000 Kelahiran Hidup (SDKI 1994) menjadi 228/100.000 KH (SDKI 2007), untuk AKB 68/1000 KH (SDKI 1991) menjadi 34/1000 KH (SDKI 2007). Penyebab utama kematian bayi di Indonesia tidak berbeda dengan negara berkembang lainnya, yaitu kematian neonatal yang sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu saat hamil, persalinan serta perawatan neonatal. Salah satu penyebab lambatnya penurunan kematian ibu dan neonatal adalah adanya hambatan kemudahaan akses mendapatkan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal baik dari segi pembiayaan, waktu maupun jarak.
Kebijakan Kementerian Kesehatan untuk mengatasi hambatan tersebut di atas adalah dengan menjamin semua pelayanan maternal dan neonatal dalam sistem jaminan kesehatan, penempatan tenaga kesehatan strategis, pemenuhan peralatan medis dan obat-obatan, biaya operasional kesehatan, ketersediaan pedoman dan standar pelayanan serta supervisi fasilitatif dll. Keberhasilan implementasi dari kebijakan ini tentunya harus didukung oleh semua stakeholder terkait, peran pemerintah daerah bahkan dukungan lintas sektor serta peran swasta.
Dengan adanya pelayanan obstetri dan neonatal dasar (PONED) di tingkat puskesmas dan pelayanan obstetri dan neonatal komprehensif (PONEK) di tingkat rumah sakit, diharapkan dapat mempercepat penurunan kematian dan peningkatan kualitas hidup maternal dan neonatal.
sumber : Buku Ponek Depkes
Tidak ada komentar:
Posting Komentar